Aku dan Kepribadianku
yang tak nampak
Senja
itu seorang anak muda sedang berjalan kaki di sebuah jalan di pedesaan yang
jauh dari kerumunan dan keramaian. Anak muda itu sangat bersemangat sekali,
seakan jalan itu penuh dengan kebahagiaan baginya. Jika harus dibayangkan dan
di dokumentasikan untuk mendekripsikan jalan itu, mungkin orang di kota atau
orang dari luar desa akan merasa jalan itu seperti jalan biasa saja. Namun bagi
anak muda tadi, jalan itu adalah jalan yang bisa membuat hari-harinya
bersemangat untuk menjemput rezeki dan mensyukuri nikmat dari-Nya.
Anak
muda tadi adalah aku, ya aku yang sedang menceritakan tentang kepribadianku
yang tak nampak. Jika dilihat sekilas aku bukan anak yang hidup di desa.
Terkadang aku juga suka heran terhadap beberapa orang yang menilai dengan cover
diriku. Mungkin banyak atau mayoritas semua orang menilai seseorang hanya dari
pakaiannya atau cara berpakaiannya (seperti buku yang hanya dinilai dari sampulnya).
Pernahkah
orang lain berpikir bahwa sesuatu yang tidak nampak itu adalah sebuah
kebohongan?. Aku bertanya kepada kamu yang membaca tulisan ini. Hal yang harus
aku ceritakan adalah kebanyakan orang butuh waktu untuk beradaptasi di
lingkungan baru, sama seperti aku. Aku juga harus beradaptasi dengan setiap
lingkungan yang baru aku datangi. Barangkali jika harus sok asik kadang
beberapa orang ada yang gak suka. Dari sinilah aku bisa memahami bahwa setiap
orang akan menilai sisi luarnya saja.
Mungkin
harus lebih memahami suasana yang terjadi seperti itulah kebiasaan aku ketika
berada dilingkungan yang baru. Lanjut kisah anak muda tadi, hari-harinya dia
bekerja di kebun milik orangtuanya di desa.
Ketika
fajar mulai menyingsing dan mentari mulai menampakkan cahayanya di sela-sela
bukit dekat rumahnya, dia sudah mulai untuk siap-siap untuk melakukan
aktivitasnya. Setiap pagi dia selalu melakukan hal yang sama bangun pagi-pagi
sekali dan selalu berjalan kaki dijalan yang membuatnya bersemangat. Ya jalan itu
adalah jalan satu-satunya untuk ke kebun orangtuanya.
Setiap
kali melewati pemukiman atau rumah warga, dia selalu disapa oleh masyarakat
situ. Dengan saling menyapa dan bertemu setiap masyarakat dia selalu
bersemangat untuk terus memulai paginya. Tak banyak yang tahu bahwa dirinya
sangat pemalu jika harus berjalan di tengah keramaian. Walaupun dia harus
memberanikan diri untuk berjalan.
Lelah
dan capek kadang sering menghampirinya ketika jenuh. Namun dia selalu yakin
bahwa setiap apa yang dilakukannya adalah karunia dari Allah. Tanaman yang
dirawatnya adalah sebuah karunia Allah, Allah-lah yang menumbuhkan tanaman itu.
Hingga tiba waktunya masa panen, itulah kesyukuran besar baginya. Karena apa
yang di usahakannya ternyata tidak akan sia-sia, selama yang di usahakan itu
adalah hal-hal yang baik. Doa dan ikhtiar adalah salah satu kunci untuk memompa
terus semangatnya. Jika bukan karena doa yang penuh harap, barangkali anak muda
tadi sudah terjatuh (paling belakang). Persaingan materi terkadang membuat semangatnya
naik turun. Namun dia mengerti bahwa mengejar banyaknya materi dunia tak akan
membuat dirinya puas. Banyak masyarakat di kampungnya mengejar materi hanya
untuk kesenangan dan merasa tinggi derajatnya dibanding dengan masyarakat lain.
Ada banyak
hal yang selalu di alami anak muda itu, terkadang bukan dia yang menuntut
dunia, namun dunia yang terus menuntutnya. Cita-cita dan harapan selalu dia
imajinasikan dalam mimpinya setiap tidurnya. Semoga mimpi maupun cita-citanya
tercapai. Bekerja sebagai petani ataupun memperoleh gelar sarjana bukanlah hal
yang harus di banggakan baginya.
Dia
sadar bahwa setiap urusan dan kejadian sudah tercatat dalam lauhful mahfuz, semua
yang tercapai dan yang tidak tercapai adalah kehendak-Nya. Baik buruknya dia dimata
manusia bukanlah urusan dia. Semakin dia belajar dan sadar bahwa sebaik apapun
kita terhadap orang lain, tetap saja ada yang gak suka. Seperti itulah tabiat
setiap manusia.
Anak
muda itu sedang menjalani masa kuliahnya di sebuah perguruan tinggi. Banyak
orang mungkin menilai dirinya dikampus berbeda dengan apa yang sudah
diceritakan sebelumnya. Hari-hari yang begitu cepat tak terasa masa kuliahnya
sudah memasuki semester 5. Seringkali anak muda itu merenung ke masa lalunya,
bahkan sampai tak sadar renungannya menuju kepada masa-masanya saat menganggur
1 tahun setelah kelulusannya di pondok. Dia lulusan pondok, baginya sekolah di
pondok pesantren adalah hal yang bergharga sekali. Mungkin dia berpikir itu
adalah kesempatan emas yang harus dimanfaatkan dengan baik. Namun, sebagian
orang atau bahkan kebanyakan menghindari namanya sekolah di pondok pesantren.
Terkadang disela-sela lamunannya itu, dia tertawa kecil sedikit demi sedikit
jika mengingat masa-masanya di pondok.
Ada masa
yang begitu indah dan ada masa yang begitu suram baginya jika melamun tentang
masanya di pondok. Terkadang hatinya sering berbisik “ternyata dulu aku
bodoh sekali jika disuruh mengaji, yang pendek aku panjangkan dan yang panjang
kadang aku pendekkan. Ternyata dulu aku pemalu sampai-sampai jalan dipaping
(batako yang sudah dibuat jalan) saja harus buru-buru. Ternyata dulu aku
penakut sekali jika disuruh naik ceramah dimimbar selalu sembunyi.” Begitulah
yang sering terbesik di dalam hatinya.
Anak
muda itu memang sangat penakut sekali jika harus disuruh ceramah diatas mimbar
dan dihadapan dengan para santri dan santriwati. Ceramahnya biasanya dimulai
sebelum sholat dzuhur, sekitar 15 menit atau 20 menitan waktunya. Yang paling
dia jengkel jika yang jadi pembawa acara adalah teman sekelasnya, terkadang
jika dia masih diluar tempat wudhu, temannya yang jadi pembawa acara sering
iseng memanggil namanya untuk membawakan kultum/ceramah.
Hal yang
paling menakutkan lagi kalau pimpinan pondok sedang berada di lingkungan
pondok, semua santri bahkan ustadz/ustadzah ketakutan kalo pak kyai yang sudah
ada (sebutan yg sering di berikan kepada beliau). Ya, pak kyai adalah pimpinan
pondok anak muda itu. Dulu saat masa pondoknya beliau adalah orang yang juga memompa
semangatnya untuk terus untuk melanjutkan pendidikannya di perguruan
tinggi.
Masa
pondoknya sangat begitu panjang baginya, karena di sela-sela dia menganggur dia
selalu berkunjung ke pondoknya. Tujuannya tak lain dan tak bukan hanya untuk
bertemu dengan para ustadz dan ustadzahnya yang pernah memberinya sebuah ilmu
yang bermanfaat. Ada banyak hal juga yang dia rindukan jika sudah berada di
lingkungan pondok. Terutama masa saat dia dan teman-temannya sering keluar dari
lingkungan pondok.
Anak
muda itu mau dikatakan nakal, penakut atau ikut-ikutan nakal. Seringkali
cap-cap stigma (pengaruh) yang sudah tertanam itu membuatnya sering hanyut
bersama teman-temannya untuk keluar dari lingkungan pondok. Alasan klasiknya
jika sudah berada di pos satpam “begini daeng ngewa’ (nama khusus panggilan
tn untuk marga makassar) kita mau izin keluar dulu disuruh pak kyai bawakan
kotoran kuda untuk tanaman buah naga dibelakang asrama, kita semua ini disuruh”
ucap salah satu temannya. Namun
nyatanya memang ada bukti 2 atau 3 motor yang bawa kotoron kuda, selebihnya
teman-temannya berada di toko yang tak jauh dari pondok. Tujuan sih baik untuk
bantu pak kyai, namun niatnya berbalik arah ke toko.
Sungguh
nakal bukan, itulah beberapa kepribadiannya yang nampak. Menceritakan mengenai
kepribadiannya sangatlah rumit. Mungkin dia mirip bunglon (hewan yang bisa
berkamuflase/menyesuaikan tempatnya). Bisa aja mirip bunglon, mau tidak mau
harus di ceritakan dulu mengapa mirip bunglon. Tau kan bunglon itu. Kalau belum
tau cari dulu deh apa itu hewan bunglon.
Ya,
seringkali cara berpakaiannya menipu banyak orang seperti bunglon yang jika
berada ditempat hijau akan berubah menjadi hijau, jika berada ditempat merah
akan berubah menjadi merah. Begitu juga dengan kepribadiannya, seringkali dia
harus berkamuflase jika situasi memungkinkan. Dia harus melakukan itu jika
memang situasinya berbeda. Sungguh anak muda itu susah ditebak begitulah
sebagian orang menyebut dirinya. Terkadang dirinya dianggap tempramen (keras
kepala) yah mungkin itu cocok untuk mewakili semua kamuflasenya.
Kalau
mau dia disebut baik dia juga baik, kalau mau dia disebut pemarah, egois atau
pendendam bisa juga. Terkadang dirinya yang sering dicap seperti itu merasa itu
hal wajar dan itu sikap manusiawi. Jika harus memikirkan semua itu akan membuat
waktunya terkuras bahkan sia-sia. Sekedar untuk menguji siapa yang benar-benar
mempunyai hati dan siapa yang benar hanya ingin mengenal. Mungkin itu jawaban
dari semua kepribadiannya yang tak nampak.
Kalimat
demi kalimat paragraf demi paragraf sudah menjadi cerita panjang anak muda
tadi. Hal yang sangat menguras waktu dan pikiran menjelaskan kepriadiannya.
Seringkali menjelaskan kepribadian adalah hal yang tak harus diceritakan. Namun
kita harus bercerita apa adanya kepada siapapun baik buruk dirimu itu
tergantung penilaian orang tersebut. Aku juga sering mengucapkan kata yang
begitu bisa mewakili setiap orang, yang berasal dari sahabat rasulullah shallalahu
‘alaihi wasallam Ali r.a kurang lebih seperti ini.
“Jangan
pernah menjelaskan tentang dirimu kepada siapapun. Karena yang membencimu tidak
butuh itu dan yang menyukaimu tidah peduli itu”.
Sekiranya
jika orang lain tau semua keburukanku aku akan membiarkan mengetahuinya,
sekalipun dosa-dosaku. Mungkin sampai saat ini aibku masih Allah jaga dan belum
ditampakkan semuanya kepada semua hamba-Nya. Kita harus mengerti dan paham
mengenai aib saudara kita, jika baik dan kita ceritakan akan menjadi ghibah dan
jika buruk atau bohong akan menjadi dusta.
Yang aku
paham sampai saat ini, aku harus terus melatih hati. Membuat hati lebih damai
menerima setiap realita konsekuensi hidup. Aku harus paham bagaimana hati bisa
jadi selembut sutra dan sekeras batu jika tidak bisa dikendalikan. Setiap hati
harus memiliki ruang untuk menampung semua permasalahan duniawi, setiap hati
harus siap menghadapi badai guncangan yang dahsyat dikala dirundung sebuah
dilema perasaan. Sampai tulisan ini selesai pun aku masih berproses untuk
melatih hati agar lebih damai dengan suasana.
Bagaimana
tidak, emosi dan perasaan sudah aku tuangkan dalam setiap bait paragraf tulisan
ini. Setiap kalimatnya ku rangkai dengan mengingat kembali masa lalu ku. Hingga
tulisan ini berakhir hatiku masih terus berbisik “cocokkah tulisanku ini
untuk aku publiskasikan untuk semua orang? Apakah penilaian orang terhadapku
jika tulisan ini sudah mereka baca? Bagaimana jika semua yg baca malah
mencaciku?” sekelumit perasaan itu berbenturan dengan hati dan pikiranku.
Sebagai
penutup paragraf terakhir ini, aku ingin berpesan kepadamu yang sudah setia dan
memporsikan waktunya untuk membaca tulisan ini. “aku bukanlah orang baik
dan bukan juga orang jahat, semua orang memiliki potensi untuk menjadi baik dan
potensi menjadi jahat. Do’akan aku agar bisa mempunyai ilmu untuk mengendalikan
hati. Cukup itu saja. Bagiku mempunyai ilmu mengenai hati sudah cukup untuk
menuntunku untuk berbuat baik kepada siapapun termasuk kamu.” Sekian
dan sampai jumpa di tulisan selanjutnya...
Selasa, 14 juli 2020
Muhammad Asdar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar