Aku dan Kepribadianku yang tak nampak - MUHAMMAD ASDAR AX09

MUHAMMAD ASDAR AX09

Stay to focus And complete the journey

Video Perpustakaan Dan Masyarakat

Jumat, 24 Juli 2020

Aku dan Kepribadianku yang tak nampak



Aku dan Kepribadianku yang tak nampak
            Senja itu seorang anak muda sedang berjalan kaki di sebuah jalan di pedesaan yang jauh dari kerumunan dan keramaian. Anak muda itu sangat bersemangat sekali, seakan jalan itu penuh dengan kebahagiaan baginya. Jika harus dibayangkan dan di dokumentasikan untuk mendekripsikan jalan itu, mungkin orang di kota atau orang dari luar desa akan merasa jalan itu seperti jalan biasa saja. Namun bagi anak muda tadi, jalan itu adalah jalan yang bisa membuat hari-harinya bersemangat untuk menjemput rezeki dan mensyukuri nikmat dari-Nya.
            Anak muda tadi adalah aku, ya aku yang sedang menceritakan tentang kepribadianku yang tak nampak. Jika dilihat sekilas aku bukan anak yang hidup di desa. Terkadang aku juga suka heran terhadap beberapa orang yang menilai dengan cover diriku. Mungkin banyak atau mayoritas semua orang menilai seseorang hanya dari pakaiannya atau cara berpakaiannya (seperti buku yang hanya dinilai dari sampulnya).
            Pernahkah orang lain berpikir bahwa sesuatu yang tidak nampak itu adalah sebuah kebohongan?. Aku bertanya kepada kamu yang membaca tulisan ini. Hal yang harus aku ceritakan adalah kebanyakan orang butuh waktu untuk beradaptasi di lingkungan baru, sama seperti aku. Aku juga harus beradaptasi dengan setiap lingkungan yang baru aku datangi. Barangkali jika harus sok asik kadang beberapa orang ada yang gak suka. Dari sinilah aku bisa memahami bahwa setiap orang akan menilai sisi luarnya saja.
            Mungkin harus lebih memahami suasana yang terjadi seperti itulah kebiasaan aku ketika berada dilingkungan yang baru. Lanjut kisah anak muda tadi, hari-harinya dia bekerja di kebun milik orangtuanya di desa.
            Ketika fajar mulai menyingsing dan mentari mulai menampakkan cahayanya di sela-sela bukit dekat rumahnya, dia sudah mulai untuk siap-siap untuk melakukan aktivitasnya. Setiap pagi dia selalu melakukan hal yang sama bangun pagi-pagi sekali dan selalu berjalan kaki dijalan yang membuatnya bersemangat. Ya jalan itu adalah jalan satu-satunya untuk ke kebun orangtuanya.
            Setiap kali melewati pemukiman atau rumah warga, dia selalu disapa oleh masyarakat situ. Dengan saling menyapa dan bertemu setiap masyarakat dia selalu bersemangat untuk terus memulai paginya. Tak banyak yang tahu bahwa dirinya sangat pemalu jika harus berjalan di tengah keramaian. Walaupun dia harus memberanikan diri untuk berjalan.
            Lelah dan capek kadang sering menghampirinya ketika jenuh. Namun dia selalu yakin bahwa setiap apa yang dilakukannya adalah karunia dari Allah. Tanaman yang dirawatnya adalah sebuah karunia Allah, Allah-lah yang menumbuhkan tanaman itu. Hingga tiba waktunya masa panen, itulah kesyukuran besar baginya. Karena apa yang di usahakannya ternyata tidak akan sia-sia, selama yang di usahakan itu adalah hal-hal yang baik. Doa dan ikhtiar adalah salah satu kunci untuk memompa terus semangatnya. Jika bukan karena doa yang penuh harap, barangkali anak muda tadi sudah terjatuh (paling belakang). Persaingan materi terkadang membuat semangatnya naik turun. Namun dia mengerti bahwa mengejar banyaknya materi dunia tak akan membuat dirinya puas. Banyak masyarakat di kampungnya mengejar materi hanya untuk kesenangan dan merasa tinggi derajatnya dibanding dengan masyarakat lain.
            Ada banyak hal yang selalu di alami anak muda itu, terkadang bukan dia yang menuntut dunia, namun dunia yang terus menuntutnya. Cita-cita dan harapan selalu dia imajinasikan dalam mimpinya setiap tidurnya. Semoga mimpi maupun cita-citanya tercapai. Bekerja sebagai petani ataupun memperoleh gelar sarjana bukanlah hal yang harus di banggakan baginya.
            Dia sadar bahwa setiap urusan dan kejadian sudah tercatat dalam lauhful mahfuz, semua yang tercapai dan yang tidak tercapai adalah kehendak-Nya. Baik buruknya dia dimata manusia bukanlah urusan dia. Semakin dia belajar dan sadar bahwa sebaik apapun kita terhadap orang lain, tetap saja ada yang gak suka. Seperti itulah tabiat setiap manusia.
            Anak muda itu sedang menjalani masa kuliahnya di sebuah perguruan tinggi. Banyak orang mungkin menilai dirinya dikampus berbeda dengan apa yang sudah diceritakan sebelumnya. Hari-hari yang begitu cepat tak terasa masa kuliahnya sudah memasuki semester 5. Seringkali anak muda itu merenung ke masa lalunya, bahkan sampai tak sadar renungannya menuju kepada masa-masanya saat menganggur 1 tahun setelah kelulusannya di pondok. Dia lulusan pondok, baginya sekolah di pondok pesantren adalah hal yang bergharga sekali. Mungkin dia berpikir itu adalah kesempatan emas yang harus dimanfaatkan dengan baik. Namun, sebagian orang atau bahkan kebanyakan menghindari namanya sekolah di pondok pesantren. Terkadang disela-sela lamunannya itu, dia tertawa kecil sedikit demi sedikit jika mengingat masa-masanya di pondok.
            Ada masa yang begitu indah dan ada masa yang begitu suram baginya jika melamun tentang masanya di pondok. Terkadang hatinya sering berbisik “ternyata dulu aku bodoh sekali jika disuruh mengaji, yang pendek aku panjangkan dan yang panjang kadang aku pendekkan. Ternyata dulu aku pemalu sampai-sampai jalan dipaping (batako yang sudah dibuat jalan) saja harus buru-buru. Ternyata dulu aku penakut sekali jika disuruh naik ceramah dimimbar selalu sembunyi.” Begitulah yang sering terbesik di dalam hatinya.
            Anak muda itu memang sangat penakut sekali jika harus disuruh ceramah diatas mimbar dan dihadapan dengan para santri dan santriwati. Ceramahnya biasanya dimulai sebelum sholat dzuhur, sekitar 15 menit atau 20 menitan waktunya. Yang paling dia jengkel jika yang jadi pembawa acara adalah teman sekelasnya, terkadang jika dia masih diluar tempat wudhu, temannya yang jadi pembawa acara sering iseng memanggil namanya untuk membawakan kultum/ceramah.
            Hal yang paling menakutkan lagi kalau pimpinan pondok sedang berada di lingkungan pondok, semua santri bahkan ustadz/ustadzah ketakutan kalo pak kyai yang sudah ada (sebutan yg sering di berikan kepada beliau). Ya, pak kyai adalah pimpinan pondok anak muda itu. Dulu saat masa pondoknya beliau adalah orang yang juga memompa semangatnya untuk terus untuk melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi. 
            Masa pondoknya sangat begitu panjang baginya, karena di sela-sela dia menganggur dia selalu berkunjung ke pondoknya. Tujuannya tak lain dan tak bukan hanya untuk bertemu dengan para ustadz dan ustadzahnya yang pernah memberinya sebuah ilmu yang bermanfaat. Ada banyak hal juga yang dia rindukan jika sudah berada di lingkungan pondok. Terutama masa saat dia dan teman-temannya sering keluar dari lingkungan pondok.
            Anak muda itu mau dikatakan nakal, penakut atau ikut-ikutan nakal. Seringkali cap-cap stigma (pengaruh) yang sudah tertanam itu membuatnya sering hanyut bersama teman-temannya untuk keluar dari lingkungan pondok. Alasan klasiknya jika sudah berada di pos satpam “begini daeng ngewa’ (nama khusus panggilan tn untuk marga makassar) kita mau izin keluar dulu disuruh pak kyai bawakan kotoran kuda untuk tanaman buah naga dibelakang asrama, kita semua ini disuruh”  ucap salah satu temannya. Namun nyatanya memang ada bukti 2 atau 3 motor yang bawa kotoron kuda, selebihnya teman-temannya berada di toko yang tak jauh dari pondok. Tujuan sih baik untuk bantu pak kyai, namun niatnya berbalik arah ke toko.
            Sungguh nakal bukan, itulah beberapa kepribadiannya yang nampak. Menceritakan mengenai kepribadiannya sangatlah rumit. Mungkin dia mirip bunglon (hewan yang bisa berkamuflase/menyesuaikan tempatnya). Bisa aja mirip bunglon, mau tidak mau harus di ceritakan dulu mengapa mirip bunglon. Tau kan bunglon itu. Kalau belum tau cari dulu deh apa itu hewan bunglon.
            Ya, seringkali cara berpakaiannya menipu banyak orang seperti bunglon yang jika berada ditempat hijau akan berubah menjadi hijau, jika berada ditempat merah akan berubah menjadi merah. Begitu juga dengan kepribadiannya, seringkali dia harus berkamuflase jika situasi memungkinkan. Dia harus melakukan itu jika memang situasinya berbeda. Sungguh anak muda itu susah ditebak begitulah sebagian orang menyebut dirinya. Terkadang dirinya dianggap tempramen (keras kepala) yah mungkin itu cocok untuk mewakili semua kamuflasenya.
            Kalau mau dia disebut baik dia juga baik, kalau mau dia disebut pemarah, egois atau pendendam bisa juga. Terkadang dirinya yang sering dicap seperti itu merasa itu hal wajar dan itu sikap manusiawi. Jika harus memikirkan semua itu akan membuat waktunya terkuras bahkan sia-sia. Sekedar untuk menguji siapa yang benar-benar mempunyai hati dan siapa yang benar hanya ingin mengenal. Mungkin itu jawaban dari semua kepribadiannya yang tak nampak.
            Kalimat demi kalimat paragraf demi paragraf sudah menjadi cerita panjang anak muda tadi. Hal yang sangat menguras waktu dan pikiran menjelaskan kepriadiannya. Seringkali menjelaskan kepribadian adalah hal yang tak harus diceritakan. Namun kita harus bercerita apa adanya kepada siapapun baik buruk dirimu itu tergantung penilaian orang tersebut. Aku juga sering mengucapkan kata yang begitu bisa mewakili setiap orang, yang berasal dari sahabat rasulullah shallalahu ‘alaihi wasallam Ali r.a kurang lebih seperti ini.
            Jangan pernah menjelaskan tentang dirimu kepada siapapun. Karena yang membencimu tidak butuh itu dan yang menyukaimu tidah peduli itu”.
            Sekiranya jika orang lain tau semua keburukanku aku akan membiarkan mengetahuinya, sekalipun dosa-dosaku. Mungkin sampai saat ini aibku masih Allah jaga dan belum ditampakkan semuanya kepada semua hamba-Nya. Kita harus mengerti dan paham mengenai aib saudara kita, jika baik dan kita ceritakan akan menjadi ghibah dan jika buruk atau bohong akan menjadi dusta.
            Yang aku paham sampai saat ini, aku harus terus melatih hati. Membuat hati lebih damai menerima setiap realita konsekuensi hidup. Aku harus paham bagaimana hati bisa jadi selembut sutra dan sekeras batu jika tidak bisa dikendalikan. Setiap hati harus memiliki ruang untuk menampung semua permasalahan duniawi, setiap hati harus siap menghadapi badai guncangan yang dahsyat dikala dirundung sebuah dilema perasaan. Sampai tulisan ini selesai pun aku masih berproses untuk melatih hati agar lebih damai dengan suasana.
            Bagaimana tidak, emosi dan perasaan sudah aku tuangkan dalam setiap bait paragraf tulisan ini. Setiap kalimatnya ku rangkai dengan mengingat kembali masa lalu ku. Hingga tulisan ini berakhir hatiku masih terus berbisik “cocokkah tulisanku ini untuk aku publiskasikan untuk semua orang? Apakah penilaian orang terhadapku jika tulisan ini sudah mereka baca? Bagaimana jika semua yg baca malah mencaciku?” sekelumit perasaan itu berbenturan dengan hati dan pikiranku.
            Sebagai penutup paragraf terakhir ini, aku ingin berpesan kepadamu yang sudah setia dan memporsikan waktunya untuk membaca tulisan ini. “aku bukanlah orang baik dan bukan juga orang jahat, semua orang memiliki potensi untuk menjadi baik dan potensi menjadi jahat. Do’akan aku agar bisa mempunyai ilmu untuk mengendalikan hati. Cukup itu saja. Bagiku mempunyai ilmu mengenai hati sudah cukup untuk menuntunku untuk berbuat baik kepada siapapun termasuk kamu.” Sekian dan sampai jumpa di tulisan selanjutnya...

Selasa, 14 juli 2020
Muhammad Asdar


Tidak ada komentar:

Posting Komentar