Yang Melemahkan Ikatan Dalam Amal Jama’i - MUHAMMAD ASDAR AX09

MUHAMMAD ASDAR AX09

Stay to focus And complete the journey

Video Perpustakaan Dan Masyarakat

Jumat, 30 April 2021

Yang Melemahkan Ikatan Dalam Amal Jama’i

 

Yang Melemahkan Ikatan Dalam Amal Jama’i

Oleh: Muhammad Asdar




Sebuah perjalanan, selalu tidak pernah mulus dan menyenangkan. Ada kalanya, perjalanan harus ditempuh dengan suasana yang tidak menyenangkan, bahkan mungkin menyakitkan. Tapi itulah tabiat perjalanan. Sebagaimana perjalanan kami dijalan dakwah, yang juga menyimpan situasi-situasi tertentu yang bisa membuat kami bersedih, kecewa dan tertekan.

            Beramal jama’i memiliki seni interaksi sendiri yang harus dimiliki siapa saja yang ingin melakukannya. Ini bukan perkara mudah, dan karenanya tidak semua orang bisa berada dalam bangunan amal jama’i untuk dakwah ilallah ini. Ada beberapa keadaan yang umumnya bisa melemahkan seseorang dalam beramal jama’i.

            Pertama: Masalah Al-Fahm (pemahaman). Ada pendapat memandang bahwa amal jama’i termasuk ibadah nafilah yang boleh dilakukan dan boleh ditinggalkan. Bahkan mungkin ada yang menganggapnya tidak sampai pada kedudukan nafilah. Padahal benturan ideologi yang mengelilingi umat islam saat ini, maka tak ada cara yang paling baik dilakukan untuk menolong agama Allah, kecuali amal jama’i yang teratur menjadi kewajiban bagi setiap muslim.

            Barangkali masalahnya kemudian muncul pada tingkat definisi jamaah yang juga memunculkan perbedaan dalam menilai jama’ah mana yang paling utama dan lebih baik sebagai saluran perjuangan dakwah. Ini perselisihan yang biasa saja. Dan tidak menjadi hukum beramal jama’I menjadi haram dan sesuatu yang diada-adakan di dalam agama islam.

            Maka, pelurusan pemahaman yang benar tentang amal jama’I, harus dilakukan terlebih dahulu kepada siapapun yang ingin bergabung di dalamnya. Setelah segala sesuatunya jelas, barulah kebersamaan bisa dibangun lebih solid dan kuat. Dan kemungkinan perpecahan dan perselisihan akan menjadi lebih kecil.

            Kedua: ketakutan dan kekhawatiran. Maksudnya, sikap meninggalkan amal jama’I bisa dilatarbelakangi adanya kkekhawatiran terhadap amal-amal islam yang dilakukan secara terorganisir dan tertata rapi. Rasa takut itu lalu dimunculkan pendapat agar amal-amal dakwah islam itu hanay ada di medan ceramah, khutbah, dan dakwah secara umum. Mereka sangat khawatir terhadap seorang da’I jika perannya verkembang menjadi seorang murabbi yang menghimpun banyak orang lalu memulai pengkaderan secara baik, bahkan berlanjut pada tahap kepemimpinan.

Kekhawatiran Sebagian orang itu mungkin terserap oleh saudara-saudara kami dijalan ini, hingga dalam tahap mengkhawatirkan keadaan diri, keluarga dan masa depan mereka jika tetap berada dalam orbit amal jama’i.

            Sikap merasa khawatir dan resah seperti yang dimiliki Sebagian orang terhadap dakwah yang terorganisir sebenarnya bukan sesuatu yang baru dalam sejarah dakwah. Dahulu, orang-orang kafir Makkah mendiamkan dan membiarkan saja sejumlah orang yang tidak menyemba berhala dan memeluk agama tauhid, Seperti Zuhair Bin Salma, Amr Bin Nufail dan lainnya. Mereka tidak sujud kepada berhala, tapi mereka juga tidak melakukan seperti apa yang mereka Yakini. Mereka juga tidak melakukan pengorganisasian untuk mendakwahkan manusia agar meninggalkan penyembahan berhala, baik berhala manusia ataupun patung (paganisme). Tapi mereka juga tetap berada disekeliling Rasulullah Shallalahu alaihi wasallam Bersama para sahabatnya.

            Dalam situasi seperti ini, kami harus memperkuat keyakinan kepada Allah Swt bahwa apapun yang menimpa kami belum tentu karena kesalahan kami. Dan kesalahan kami belum tentu membawa musibah bagi kami. Kami harus memperkuat aqidah kami bahwa “bila seluruh umat manusia ini berkumpul memberi manfaat, mereka tidak akan bisa memberikannya kecuali dengan sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah swt. Dan bila seluruh manusia berpadu memberi mudharat bahaya, mereka tidak akan memberikannya kecuali dengan apa yang ditetapkan Allah swt.” Kami tidak akan mati sampai jatah usia dan rizki kami yang telah dituliskan Allah swt, habis. Semoga dengan demikian, dunia menjadi tidak lebih berharga dalam hati kami ketimbang akhirat.

            Seperti itulah nasihat waraqah bin nufail, saat mengetahui tanda-tanda kenabian dari diri Rasulullah Saw. Ia mengatakan “Andai aku seorang pemuda yang kuat, ketika kaummu mengusirmu.”  Rasulullah Sawa terkejut dengan perkataan itu dan mengatakan, “apakah mereka akan mengusirku?” waraqah menjawab, “belum pernah ada seorangpun yang membawa ajaran seperti yang engkau bawa, kecuali pasti kaumnya akan mendustakannya.”

            Ketiga: Motif ketertarikan terhadap individu, bukan kepada manhaj. Ada Sebagian orang yang memandang para tokoh jama’ah dakwah dengan pandangan sangat ideal hingga pada tahap yang tidak logis. Memang, tidak sedikit orang yangb bergabung dalam amal jama’i lantaran terpesona dengan sikap sejumlah tokohnya. Ia memandang pendahulunya dengan kekaguman di luar kemanusiaannya yang mungkin melakukan kesalahan atau kebenaran. Bisa semangat dan bisa pula Lelah. Lalu bila orang yang di idolakan itu mengalami kelemahan, ia menjadi sangat kecewa hingga meninggalkan amal dakwah. Bahkan ada yang lantas melakukan perilaku menyimpang secara terang-terangan, sebagai wujud perlawanannya terhadap jama’ah dakwah dan orang-orangnya yang semula diidolakannya.

            Jika kami terikat dengan sebuah manhaj (sistem dan cara) berjuang yang dilakukan sebuah jamaah, bukan kepada individu-individunya, maka kami terhindar dari peristiwa seperti itu. Benar, bahwa para pendahulu dan para senior seharusnya memiliki sikap yang baik bagi orang-orang disekitarnya. Tetapi, tetap saja hal ini tidak menyebabkan mereka kehilangan kemanusiaanya, dan tidak pernah memiliki kekurangan.

             Demikianlah, tiga sebab yang kami nilai sebagai sebab-sebab yang melemahkan seseorang dalam beramal jama’i. tentu tidak semua problematika yang memutuskan amal jama’i terfokus pada tiga hal tersebut, tapi setidaknya tiga hal itulah yang paling sering menjadi kendala. Selain itu, bisa saja problemnya adalah masalah proses pembinaan diri dan karakter individu yang memang tidak bisa beradaptasi dengan tuntutan amal jama’i. bisa juga karena ada individu yang tidak mau berada pada posisi dipimpin, dan harus menjadi pemimpin. Bahkan ada pula situasi dimana rintangan itu justru muncul karena jamaah belum baik dalam penugasan, penempatan seseorang pada tempatnya. Dan berbagai kendala lainnya yang bisa memutuskan orang dari amal jam’i, sesuai waktu dan tempat.

            Mengetahui sebab-sebab orang yang meninggalkan amal jama’i bukan perkara mudah. Terlebih bila yang bersangkutan tidak berterus terang tentang latar belakang sikapnya. Perlu penempatan yang intensif dan waktu lama. Perlu pendekatan yang bertahap, sungguh-sungguh, hingga akhirnya bisa ditemukan penyebabnya dan dicairkan jalan keluarnya.

            Dalam hal ini, tentu saja musharahah (keterusterangan) serta kejujuran menjadi penting bagi kami dan saudara-saudara kami. Sesungguhnya kepercayaan antara kami akan semakin berbentuk kuat dengan adanya keterusterangan ini. Dan keterusterangan, semua persoalan bisa dicari pangkal masalahnya.

 

Kendari, 01 Mei 2021

 

Tulisan ini hasil duplikasi dari buku “Beginilah Jalan Dakwah Mengajarkan Kami” Oleh M. Lili Nur Aulia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar