10 KARAKTER MUSLIM SEJATI
Apakah
Anda pernah berpikir seperti apa muslim sejati itu? Bagaimanakah sosoknya?
Seorang muslim sejati bisa diibaratkan seperti sebuah pohon. Akarnya kuat
menghunjam. Batangnya kuat menjulang, demikian pula dahan dan bahkan
ranting-rantingnya. Daun-daunnya lebat. Dan setiap musim menghasilkan buah yang
banyak dan manis rasanya.
Akar-akar
yang kokoh tersebut adalah salimul ‘aqidah (aqidah yang lurus), shahihul
‘ibadah (ibadah yang benar), dan matinul khuluq (akhlaq yang mulia). Ibarat
akar sebuah pohon, tiga karakter inilah yang akan menopang karakter-karakter
lainnya. Karakter-karakter baik tidak akan mampu tumbuh dengan baik jika tiga
karakter dasar ini rapuh. Adapun batang, dahan, ranting, dan daun-daunnya
adalah potensi-potensi diri yang tumbuh dengan baik, yang meliputi karakter
qawiyyul jism (fisik yang kuat), mutsaqqaful fikr (berwawasan luas), mujaahidun
linafsihi (pengendalian diri), harisun ‘ala waqtihi (menjaga waktu),
munazhzhamun fii syu’unihi (tertib dalam setiap urusan), dan qadirun ‘alal
kasbi (mampu mencari nafkah). Sedangkan buah yang bisa dipetik setiap musim
adalah karakternya yang nafi’un lighairihi (memberi manfaat bagi orang lain).
Semua karakter tadi jika dikumpulkan berjumlah sepuluh. Itulah sepuluh karakter
muslim sejati. Dan berikut ini uraian singkat mengenai masing-masing karakter
tersebut.
Pertama,
salimul ‘aqidah (aqidah yang lurus).
Seorang
muslim sejati memiliki aqidah yang kokoh, yang tidak bercampur dengan sedikit
pun keraguan dan kesyirikan. Tidak pula bisa diombang-ambingkan dan dibuat
gelap mata oleh sulitnya kehidupan. Ia ridha Allah sebagai tuhannya, Islam
sebagai agamanya, dan Muhammad sebagai nabi dan rasulnya. Ia beriman kepada
Allah, para malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, kitab-kitab yang diturunkan kepada
para rasul-Nya, Hari Akhir, dan taqdir-Nya. Keimanannya bukan pula hanya
pengakuan di bibir saja, namun terpatri kuat dalam hati dan termanifestasikan
dalam segenap perilakunya. Itulah iman yang sebenarnya, yang tidak hanya
sekadar ’percaya’, namun juga benar-benar mewujud dalam sikap dan perilaku.
Kedua,
shahihul ‘ibadah (ibadah yang benar).
Diatas aqidah yang kuat, seorang muslim
senantiasa giat beribadah. Ibadahnya pun benar-benar ditunaikan sesuai dengan
tuntunan Rasulullah. Untuk ibadah-ibadah yang bersifat ritual (mahdhah), ia
hanya mengikuti contoh tauqifi (apa adanya) dari Rasulullah, tidak
menambah-nambahi dan tidak pula mengurangi. Sedangkan untuk ibadah-ibadah yang
bersifat muamalah (ghayr mahdhah), ia senantiasa berkreasi dan berinovasi
dengan menyandarkannya pada bingkai (manhaj) yang telah dituntunkan oleh
Rasulullah.
Ketiga,
matinul khuluq (akhlaq yang mulia).
Dengan
aqidah yang kokoh dan ibadah yang giat, muncullah akhlaq yang mulia pada diri
seorang muslim, ibarat mutiara yang indah dan berkilau. Akhlaq meliputi keadaan
hati seseorang dan juga suluknya (moralitas, perilaku, dan adabnya). Hati
seorang muslim adalah hati yang bening, yang bersih dari segala bentuk penyakit
hati, dan bahkan dipenuhi dengan sifat-sifat yang mulia seperti ikhlas,
tawakkal, sabar, ridha, cinta kasih, dan sebagainya. Adapun suluk seorang
muslim adalah suluk yang terpuji dan menawan, yang muncul dari dirinya secara
spontan karena telah menjadi kebiasaan yang tak terpisahkan dari
kepribadiannya.
Keempat,
qawiyyul jism (fisik yang kuat).
Seorang
muslim sejati tidak akan menelantarkan keadaan tubuhnya. Ia senantiasa menjaga
agarnya tubuhnya sehat dan bugar. Ia selalu berusaha mengkonsumsi makanan dan
minuman yang baik untuk kesehatan, dan membiasakan pola hidup sehat. Bahkan, ia
juga melatih tubuhnya agar memiliki stamina yang kuat, dengan cara rajin
berolahraga. Ia sadar, dengan tubuh yang sehat, bugar, dan kuat, ia akan mampu
menjalankan ibadah dengan lebih baik.
Kelima,
mutsaqqaful fikr (berwawasan luas).
Seorang
muslim sejati juga senantiasa memperhatikan akal pikirannya. Ia benar-benar
mensyukuri nikmat akal pikiran dengan cara terus mengasah kecerdasannya dan
memberinya ilmu dan wawasan baru. Tidak hanya ilmu mengenai agamanya, tetapi
juga wawasan umum yang perlu diketahui. Ia tidak pernah berhenti belajar,
karena ia tahu bahwa menuntut ilmu itu minal mahdi ilal lahdi ’dari lahir
sampai mati’.
Keenam,
mujaahidun linafsihi (pengendalian diri).
Pada
diri manusia terdapat nafsu yang senantiasa condong pada kemewahan dan
kesenangan dunia, dan senantiasa mendorong manusia untuk melakukan berbagai
macam keburukan. Seorang muslim sejati adalah seseorang yang bisa mengendalikan
segala dorongan tersebut dan mengendalikan dirinya. Allah Ta’ala berfirman,
”Adapun barangsiapa yang takut akan kebesaran Tuhannya dan sanggup menahan
dirinya dari ajakan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat
kembalinya.” (QS An-Nazi’at: 40-41)
Ketujuh,
harisun ‘ala waqtihi (menjaga waktu).
Waktu
adalah kehidupan itu sendiri. Jika waktu telah bergerak, ia tidak akan mampu
dimundurkan meski hanya satu detik saja. Untuk itu, seorang muslim sejati
benar-benar perhatian dengan waktu. Ia tidak pernah menyia-nyiakan waktunya
untuk hal-hal yang tidak bermanfaat, apalagi hal-hal yang buruk. Ia tahu bahwa
kewajiban yang mesti ia tunaikan lebih banyak daripada waktu yang ia miliki.
Untuk itulah, ia benar-benar cermat dalam mengatur waktu yang ia miliki.
Kedelapan,
munazhzhamun fii syu’unihi (tertib dalam setiap urusan).
Seorang
muslim sejati bukanlah orang yang suka melakukan segala sesuatu dengan
asal-asalan. Ia senantiasa menunaikan urusan dan pekerjaannya dengan baik.
Prinsip yang senantiasa ia pegang adalah ihsan dan itqan dalam beramal
’melakukan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya’. Dengan begitu iapun akan
menjadi muslim yang berprestasi, beretos kerja tinggi, dan berkinerja jempolan.
Kesembilan,
qadirun ’alal kasbi (mampu mencari nafkah).
Seorang
muslim sejati bukanlah seorang pengemis dan peminta-minta. Ia senantiasa
berusaha untuk bisa mandiri. Ia pun tahu bahwa tangan diatas lebih baik
daripada tangan dibawah. Untuk itu iapun giat bekerja agar bisa memenuhi
kebutuhan ekonominya dan bisa berinfaq di jalan Allah.
Kesepuluh,
nafi’un lighairihi (memberi manfaat bagi orang lain).
Dengan
segala potensi dan kapasitas yang dimiliki, seorang muslim sejati pasti
bermanfaat bagi masyarakat. Ia pasti bisa berkontribusi untuk umat dengan
segala kelebihan yang ia miliki. Ia bukanlah orang yang ’adanya sama dengan
tidak adanya’, atau orang yang ’adanya tidak menambah dan tidak adanya tidak
mengurangi’, apalagi orang yang ’adanya tidak diinginkan dan tidak adanya
senantiasa diharapkan’. Rasulullah saw bersabda, ”Sebaik-baik manusia adalah
yang paling banyak manfaatnya bagi manusia lainnya.”
Demikianlah
sekilas mengenai sepuluh karakter muslim sejati. Mari kita senantiasa berusaha
untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas diri kita, sehingga bisa memenuhi
kesepuluh kriteria ini. Dengan menjadi muslim sejati, kita akan lebih siap
untuk berkontribusi dalam memperjuangkan agama Allah. Insyaallah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar